KRSUMSEL.COM – Kisah Nabi yang menyembelih anaknya menjadi kisah yang banyak diceritakan dan merupakan asal usul perayaan hari raya Idul Adha.
Kisah Nabi yang menyembelih anaknya adalah kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Ibrahim lahir 4.000 tahun yang lalu di Mesopotamia.
Ayah Ibrahim yang bernama Aazar, adalah seorang pematung terkenal dan dia akan membuat patung dari batu atau kayu.
Namun Ibrahim memiliki keyakinan lain dari orang-orang di lingkungannya yang menyembah patung-patung tersebut.
Suatu malam, Ibrahim melakukan perjalanan ke gunung untuk melihat langit dan mengamati alam.
Beberapa saat kemudian, Ibrahim mendengar suara memanggilnya yang tidak lain adalah Tuhannya, Allah SWT. Dia memerintahkan Ibrahim untuk tunduk dan menjadi seorang Muslim.
Baca juga : Iskandar: OKI Layaknya Kapal Besar Butuh Nahkoda Handal
Dengan gemetar, Ibrahim jatuh ke tanah. Dia bersujud di hadapan Allah, berteriak: “Aku tunduk kepada Tuhan alam semesta!” Akhirnya, dia bangkit dan kembali ke rumah. Hidup Ibrahim selamanya berubah, dan hatinya dipenuhi dengan kedamaian yang luar biasa.
Kisah Nabi yang Menyembelih Anaknya
Kisah Qurbani menyatakan bahwa Ibrahim (AS) mengalami mimpi pada suatu malam, di mana Allah (SWT) menyuruhnya untuk mengorbankan Ismail (AS), putra kesayangannya.
Pada awalnya, Ibrahim (AS) percaya bahwa ini adalah tipuan setan dan dia langsung mengabaikannya. Namun, malam berikutnya, mimpi yang sama terjadi lagi memerintahkan dia untuk melakukan hal yang sama.
Ibrahim (AS) menyadari bahwa ini bukan kebetulan dan, pada kenyataannya, adalah pesan dari Allah (SWT).
Ibrahim (AS) mencintai putranya, Ismail (AS). Namun dia sepenuhnya siap untuk mengikuti perintah Allah (SWT) dan melakukan apa yang Dia perintahkan.
Dia membawa putranya ke puncak Gunung Arafat dan membawa pisau dan tali.
Setelah mencapai tempat yang tepat, dia memberi tahu putranya tentang mimpinya dan apa yang Allah (SWT) perintahkan untuk dia lakukan.
Menjadi anak yang taat, Nabi Ismail (AS) segera menuruti keinginan Allah (SWT) dan ayahnya dan meminta agar tangan dan kakinya diikat agar dia tidak meronta dan ayahnya menutup matanya sendiri agar dia tidak harus menyaksikan dia menderita.
Ibrahim (AS) melakukan seperti yang dikatakan Ismail (AS). Dengan mata tertutup dan dengan pisau di tangannya, dia melakukan seperti yang diminta Allah (SWT).
Ketika dia melepas penutup matanya, dia terkejut melihat tubuh seekor domba jantan yang mati di depannya.
Ismail (AS) benar-benar tidak terluka berdiri tepat di sampingnya. Pada awalnya, dia berpikir bahwa ada sesuatu yang salah dan dia telah melanggar perintah Penciptanya.
Tapi kemudian dia mendengar suara yang memberitahunya bahwa Allah (SWT) menjaga para pengikutnya dan dia tidak perlu khawatir.
Sebuah keajaiban ilahi telah terjadi. Ibrahim (AS) dan Ismail (AS) baru saja melewati ujian berat dari Allah (SWT).
Apa Arti Qurban?
‘Kurban’ adalah kata Arab yang secara harfiah diterjemahkan menjadi ‘kedekatan’ – sesuatu yang dicapai Nabi Ibrahim (AS) ketika ia mengikuti kehendak Allah (SWT) dan mengabdikan dirinya sepenuhnya kepada Penciptanya.
Umat Islam melakukan Qurban untuk mengingat pengorbanan terakhir yang telah dipersiapkan Nabi Ibrahim (AS) dan untuk mencapai kedekatan dengan Allah (SWT) sendiri.
Kisah pengorbanan Nabi Ibrahim (AS) menceritakan tentang pengabdian dan komitmen penuhnya kepada Allah (SWT), menjadi contoh inspirasi dan pendidikan bagi kita semua.
Kita semua dapat belajar dari tindakan pengorbanan terakhir ini dan menerapkan kesetiaan dan dedikasi yang dia tunjukkan pada kehidupan kita sendiri.
Dan unta-unta itu Kami jadikan untuk-mu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat).
Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makanlah orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu, agar kamu bersyukur (QS. Al-Hajj Ayat 36).