ASN Kemenaker Dipanggil KPK jadi Saksi Kasus Pemerasan TKA

oleh

Jakarta, KRsumsel.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil lima saksi yang terdiri atas seorang aparatur sipil negara (ASN), dua pensiunan ASN dan dua pihak swasta untuk menjadi saksi kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan TKA (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.

“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama EN (wiraswasta), MS dan JM (pensiunan ASN Kemenaker), JEP (ASN Kemenaker) dan BAS (direktur utama di PT Dienka Utama),”ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Senin (16/6).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, MS dan JM merupakan pensiunan ASN bernama Muller Silalahi dan Jagamastra.

Untuk JEP diketahui merupakan fungsional pada Direktorat Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemenaker tahun 2023-2025 bernama Jadi Erikson Pandapotan Sinambela.

Baca juga: Bayern Vs Auckland: Die Roten Pesta Gol 10-0!

Sementara itu, ketika dikonfirmasi mengenai pengalaman Muller Silalahi sebagai Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2008-2010 atau di masa Menakertrans Erman Soeparno dan Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, Budi menegaskan bahwa yang bersangkutan merupakan pensiunan.

“Keterangan di sini, pensiunan ASN Kementerian Ketenagakerjaan,”katanya menegaskan.

KPK pada 5 Juni 2025 mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA. KPK menjelaskan, RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.

Bila RPTKA tidak diterbitkan oleh Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.

Selain itu, KPK mengungkapkan kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Cak Imin menjabat Menakertrans pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.(net)