Jakarta, KRsumsel.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI M Fanshurullah Asa (MFA) sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk dengan PT Inti Alasindo Energy (IAE) pada kurun waktu 2017–2021.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama MFA,”ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Rabu (14/5). Budi menjelaskan, Fanshurullah diperiksa KPK dalam kapasitasnya sebagai Ketua Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pada 2017-2022.
Selain Fanshurullah, Budi menyebut KPK memanggil tiga mantan pegawai PT PGN berinisial MSMM, DSW, dan DS sebagai saksi kasus tersebut. MSMM diketahui merupakan Advisor Legal Compliance PT PGN Tbk pada Juli 2015-Oktober 2020 bernama Marie Siti Mariana Massie.
Kemudian DSW disebut sebagai Direktur Infrastruktur dan Teknologi PT PGN Tbk pada 2016-2019 bernama Dilo Seno Widagdo, sedangkan DS adalah Direktur SDM dan Umum PT PGN Tbk pada 2017-2020 Desima Equalita Siahaan.
Baca juga:Meresahkan, 2 Pelaku Pungli Ditangkap Unit Reskrim Polsek Keluang
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi jual beli gas PT PGN tersebut, yakni Komisaris PT IAE pada 2006–2023 Iswan Ibrahim (ISW) dan Direktur Komersial PT PGN pada 2016–2019 Danny Praditya (DP).
Kasus dugaan korupsi jual beli gas tersebut bermula dari pengesahan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PGN Tahun 2017 pada 19 Desember 2016. Dalam RKAP tersebut, tidak terdapat rencana PT PGN untuk membeli gas dari PT IAE.
Kemudian, DP pada Agustus 2017 memerintahkan Kepala Pemasaran PT PGN Adi Munandir (ADI) untuk melakukan pemaparan kepada beberapa perusahaan penjual gas. Selanjutnya, ADI menghubungi Direktur PT IAE Sofyan (S) terkait kerja sama pengelolaan gas.
Setelah beberapa tahapan, pada 2 November 2017, perwakilan PT PGN dan PT IAE menandatangani dokumen kerja sama. Lalu, pada 9 November 2017, PT PGN membayar uang muka sebanyak 15 juta dolar AS.
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, kerugian negara dalam tindakan tersebut mencapai 15 juta dolar AS.(net)