Krsumsel.com – Keakraban Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjadi sorotan. Keduanya terlihat akrab saat Jokowi melakukan kunjungan kerja selama dua hari di Maluku. Seharian Prabowo terlihat mendampingi Jokowi sejak Rabu (14/9) hingga Kamis (15/9).
Menariknya, momen itu berbarengan dengan isu presiden yang sudah menjabat dua periode boleh mencalonkan kembali sebagai calon wakil presiden. Pasal 7 UUD 1945 dinilai tidak secara eksplisit mengatur larangan presiden dua periode tidak boleh maju sebagai calon wakil presiden.
“Pasal 7 itu sebenarnya original intentnya jelas pembatasan kekuasaan karena waktu pasal 7 itu masuk dalam amandemen kan kita dalam konteks pasca reformasi, pada tahun 1998 itu sudah keluar TAP MPR yang langsung membatasi kekuasaan presiden dan wakil presiden. Jadi memang idenya pembatasan kekuasaan jangan dipelintir pelintir lagi kalau udah presiden jadi boleh wapres,” kata Bivitri saat dihubungi, Jumat (16/9).
“Maksudnya kalau kemudian mantan presiden jadi wakil presiden kemudian presidennya mangkat, artinya wakil presidennya enggak bisa lagi jadi presiden karena dia dua sudah kali, artinya ada pertentangan,” jelas Bivitri.
“Bukankah seorang Jokowi itu merasa jabatannya mundur, terus jadi nyari nyari jabatan wapres itu menurunkan kualitas dan sangat terkesan kesan mencari jabatan, jadi tentu saja tidak etis,” kata dia.
“Harusnya enggak usah diperbincangkan lagi nih, jadi kita sarankan saja tidak usah terlalu diperpanjang soal ini karena tidak etis, inkonstitusional, dan menurunkan kualitas Pak Jokowi sendiri,” ucapnya.
Senada dengan itu, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Usep Hasan menyatakan, bahwa presiden yang dua kali menjabat tak bisa mencalonkan sebagai calon wakil presiden. Ada dua sebab, yaitu karena original intent konstitusi dan sistem Pemilu.
Usep menjelaskan, bila merujuk original intent atau maksud pembuat ketentuan hukum dalam Naskah Komprehensif Perubahan UUD NRI 1945, ialah masa jabatan dan pemilihan sistem pemerintahan presidensial punya maksud untuk membatasi kekuasaan. Dipilihnya sistem presidensial oleh pembuat konstitusi menyertai kesadaran sistem parlementer pada 1945-1959 yang usia pemerintahannya amat pendek dan kesadaran jabatan presiden era Soeharto dan Soekarno yang terlalu lama.
“Jadi, maksud utama Pasal 7 UUD NRI 1945 adalah membatasi dalam bentuk masa jabatan 5 tahun dan hanya bisa satu kali dipilih kembali,” ucapnya.
Selain itu, istilah yang penting dirujuk dalam original intent adalah satu paket masa jabatan. Jadi, pemilu eksekutif nasional adalah pemilu presiden dan wakil presiden yang satu paket. Sehingga, jabatan eksekutif nasional adalah jabatan pasangan presiden dan wakil presiden yang satu paket.
“Pemilu presiden dan wakil presiden Indonesia tidak dipisah. Ini berbeda dengan pemilu presiden dan pemilu wakil presiden Filipina, yang dipisah,” terangnya.
Ayat 3 berbunyi, pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi presiden dan wakil presiden.
Usep menjelaskan, dalam konsep elektoral, ketentuan itu merupakan wujud dari sistem pemilu mayoritas. Artinya, dalam satu daerah pemilihan hanya ada satu kursi dan syarat keterpilihannya harus lebih dari 50 persen. Satu kursi di sini artinya satu kursi pasangan presiden dan wakil presiden, bukan satu kursi masing-masing untuk presiden dan wakil presiden.
Maka, presiden yang dua kali menjabat, atau wakil presiden yang dua kali menjabat, tak bisa mencalonkan lagi di pemilu berikutnya. Sebab, maksud jabatan yang sama adalah jabatan satu kursi pada daerah pemilihan pemilu pasang presiden-wakil presiden dalam sistem pemilu mayoritas.