Oleh karena itu ia tak menyangkal, pembuatan standarisasi ini bakal memakan waktu yang tidak sebentar. Meski demikian, pada tahun 2022 ini pihaknya menargetkan sudah bisa melahirkan panduan secara umum tersebut.
Sementara Kepala BPSILHK Palembang,
Bayu Subekti menyampaikan, hadirnya standar tidak untuk menambah birokratisasi dalam penanganan Karhutla, hadirnya standar penanganan Karhutla justru akan memperkuat regulasi yang selama ini sudah ada baik regulasi yang dikeluarkan oleh KemeLHK maupun Kementan.
“Standar akan memberikan panduan praktis bagi para pihak di lapangan yang menemukan masih adanya ruang pengaturan melalui standar karena belum sepenuhnya ada panduan terperinci bagi para Pihak di tingkat tapak. Kehadiran BPSILHK Palembang diharapkan dapat memperkuat koordinasi penanganan karhutla melalui pengawalan penerapan standar penanganan karhutla yang akan disusun oleh Pusat Standardisasi Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim (Pustandpi)-BSILHK,” jelasnya.
Kepala Subdit Pencegahan Karhutla
Ditjen PPI, Anis Susanti Aliati yang
hadir secara daring mengungkapkan, upaya–upaya pengendalian Karhutla yang saat ini terus dilaksanakan, yaitu penguatan koordinasi, pengendalian Karhutla, kerjasama regional dan internasional, peningkatan kapasitas Sarpras dan pendanaan serta peningkatan kesiapsiagaan dan penyadartahuan.
Sedangkan Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Alam Ekosistem Dinas Kehutanan Sumsel, Syafrul Yunardy dalam kegiatan itu menjelaskan mengenai kejadian, potensi dan tantangan kebakaran di kawasan hutan studi kasus di Sumatera Selatan.
Menurutnya, berdasarkan penelitiannya nilai kerugian ekonomi secara total akibat Karhutla mencapai ratusan juta untuk setiap hektar yang terbakar dan pihak yang paling terdampak mengalami kerugian terbesar adalah masyarakat, kemudian perusahaan, lalu pemerintah.
Ia juga menyampaikan sedang menyusun strategi pelaksanaan MPA Masyarakat Peduli Api bersama Balai PPI Wilayah Sumatera dan Mitra APP Sinarmas yang memang sangat konsen dalam upaya pengendalian Karhutlah.
Ketua Bidang Komunikasi dan Publikasi Kampanye Positif Gapki Sumsel, Anung Riyanta mengatakan, sebenarnya pemerintah sudah banyak mengeluarkan peraturan terkait penanganan kebakaran hutan dan lahan termasuk mengenai standarisasi penyediaan sarana dan prasarana, standarisasi perizinan, dan lainnya.
Diungkapkannya, dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 32 tahun 2016 tentang pengendalian kebakaran hutan bahkan sudah dijelaskan secara detail mengenai kewajiban sarana dan prasarana yang harus disiapkan perusahaan usaha perkebunan dan kehutanan. Namun, ia sepakat jika harus dibuatkan standarisasi yang berlaku untuk semua sektor tapi yang bersifat dinamis atau mengikuti kemajuan teknologi.
Dalam diskusi, Kepala Balai PPI KHL Wilayah Sumatera, Ferdian Krisnanto mengatakan, bagi pelaksana di lapangan standard sangat butuh sekali, apalagi ketika operasi bersama dan menjadi satu regu, maka standar sangat diperlukan sehingga ada kesamaan persepsi, yang terpenting lagi standar dan peraturan boleh banyak, tetapi faktual yang hadir di lapangan harus ada.