Belajar dari Rumaysho Ummu Sulaim Keimanan, Sabar, dan Akhlak Mulia

oleh
FEATURE-IMAGE-Buah-Kesabaran-Ilustrasi-Istimewa

Khutbah Pertama

الحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ.

وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ

اَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah …

Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan.

Shalawat dan salam semoga tercurah pada Nabi akhir zaman, suri tauladan kita, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Murid-murid Nabi kita dari kalangan sahabat adalah orang-orang mulia dan akhlaknya patut dicontoh. Di antara mereka ada sahabat dari kalangan Anshar yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan,

آيَةُ الإِيْمَانِ حُبُّ الأنْصَارِ، وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الأنْصَارِ

Di antara tanda iman adalah mencintai kaum Anshar. Di antara tanda kemunafikan adalah membenci Anshar.” (HR. Bukhari, no. 16)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita agar berbicara tentang kebaikan mereka, tidak boleh menjelekkan dan mencela mereka. Dalam hadits disebutkan,

لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِى ، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ

Janganlah kalian mencela sahabatku. Seandainya salah seorang di antara kalian menginfakkan emas semisal gunung Uhud, maka itu tidak bisa menandingi satu mud infak sahabat, bahkan tidak pula separuhnya.” (HR. Bukhari, no. 3673 dan Muslim, no. 2540).

Pada kesempatan Jumat kali ini, ada satu sahabat wanita dari kalangan Anshar yang berasal dari suku Khazraj yang mesti kita gali pelajaran dari beliau. Ia adalah Ummu Sulaim. Ada yang menyebut Ummu Sulaim memiliki nama Ghumaisha’. Ada juga yang menyebutnya dengan Rumaysho, Sahlah, Anifah, atau Rumaitsah. Ia adalah putri dari Milhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin ‘Aamir bin Ghanam bin ‘Adi bin An-Najar. Rumaysho ini adalah ibu dari Anas bin Malik, pelayan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rumaysho awalnya menikah dengan Malik yang kafir. Ia menuntun putranya Anas untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia menuntun putranya, ucapkanlah “LAA ILAHA ILLALLAH, ASY-HADU ANNA MUHAMMADAR ROSULULLAH.” Anas pun mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut. Setelah Anas masuk Islam, Malik berkata kepada Ummu Sulaim,

لاَ تُفْسِدِي عَلي ابْنِي . فَتَقُوْلُ : إِنِّي لاَ أُفْسِدُهُ .

“Kamu jangan merusak anakku.” Ummu Sulaim menjawab, “Aku tidaklah merusaknya.”

Malik kemudian pergi. Lantas Malik bertemu musuhnya, lalu ia dibunuh oleh musuhnya.

Ummu Sulaim tidaklah menikah sampai Anas sendiri yang menyarankan ibunya menikah.

Kemudian Ummu Sulaim dilamar lalu menikah dengan Abu Thalhah Zaid bin Sahl Al-Anshari. Lalu putranya dari pernikahan tersebut adalah Abu ‘Umair dan ‘Abdullah.

Ummu Sulaim pernah mengikuti perang Hunain dan Uhud. Ia adalah di antara wanita-wanita istimewa. Rumaysho Ummu Sulaim adalah di antara sahabat yang mulia, dikenal dengan akhlaknya yang luar biasa dan bagaimanakah kesabarannya yang sulit ditemukan di zaman ini.

Kisah pertama dari Rumaysho Ummu Sulaim:

Anas mengatakan bahwa Abu Thalhah melamar Ummu Sulaim sebelum Abu Thalhah masuk Islam. Ummu Sulaim berkata, “Saya tertarik kepadamu dan semisalmu juga mendatangiku. Sayangnya, kamu itu laki-laki kafir. Saya adalah wanita Muslimah. Jika kamu masuk Islam, itu sudah cukup menjadi maharku, aku tidak meminta mahar yang lainnya lagi.” Lantas Abu Thalhah masuk Islam dan menikahi Ummu Sulaim. Lihat Tahdzib Hilyah Al-Auliya’ wa Thabaqaat Al-Ashfihaa’ karya Al-Hafizh Abu Nu’aim Al-Ash-fahani, hlm. 279.

Pelajarannya: Jadilah orang yang memiliki pendirian kokoh. Jangan sampai mau korbankan agama hanya karena ada pria atau wanita yang tertarik menikah.

Kisah kedua dari Rumaysho Ummu Sulaim:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan:

Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam keadaan lapar), lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke para istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kami tidak memiliki apa pun kecuali air”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshar berseru, “Saya.”

Lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya, (dan) ia berkata, “Muliakanlah tamu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!” Istrinya menjawab, “Kami tidak memiliki apa pun kecuali jatah makanan untuk anak-anak.”

Orang Anshar itu berkata, “Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya.

Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar.

Keesokan harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Malam ini Allah tertawa atau takjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah menurunkan ayat,

وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ