Cerita Pangeran Batun dan Kekuasaannya

oleh
55606c290423bd90158b456d
banner DPRD OKI

KRSUMSEL.com – Menyaksikan langsung rumah Bari yang sekarang berdiri di kompleks permuseuman kota pelembang, banyak kisah menarik yang berkaitan dengan pemilik  rumah itu, seorang pangeran dari Batun. Suatu kisah yang mungkin belum banyak di ketahui masyarakat umum.

            Dengan penulisan ulang cerita ini, diharapkan dapat mengungkapkan sebagian peristiwa bukan saja menyangkut perjalanan rumah bari itu, tapi juga sekelumit pengalaman masyarakat OKI, tidak hanya berkaitan dengan kasus sosial tapi juga dalam kaitannya dengan peroses peradilan. Sumber utama penyusunan cerita ini adalah di peroleh dari Dinas Pariwisata OKI, karya Hadin Ali Pengeran Rumah Bari, serta dari sumber lain seperti beberapa peninggalan kesejarahan yang ada. Dengan pengungkapan peristiwa ini, selain untuk melengkapi data, juga meningkatkan minat kajian kesejarahan – terutama sejarah peradilan – secara lebih lengkap.

Pangeran dan Kekuasaannya

Pangeran Batun adalah salah seorang pejabat lokal yang secara kelembagaan berafiliasi pada kekuasaan kolonial Belanda. Ia berkuasa di Marga Sirah Pulau Padang Ogan Komering Ilir. Masa pemerintahannya berlangsung pada urutan ke delapan sepanjang masa pemerintahan Marga Sirah Pulau Padang. Gelar Pangeran di berikan oleh pemerintah kolonial Belanda kepada seorang pejabat tertinggi dalam pemerintahan Marga. Pejabat ini sebelumnya di pandang banyak berjasa kepada pihak kolonial.

            Meski terlihat sederhana, untuk menjadi seorang pangeran yang baik di mata kolonial, bukanlah suatu masalah yang mudah. Disamping harus terpilih menurut versi orang Eropa itu, pangeran haruslah berasal dari seseorang yang memiliki kekayaan yang banyak, memiliki “ilmu” yang tinggi, serta kelebihan-kelebihan lain seperti kekuatan fisik dan mental. Dengan keberadaan itu, tidak sedikit orang menjadi iri terhadap keberadaan seorang Pangeran. Hal ini menimpa pangeran Batun, bahkan sangat mempengaruhi jalan kekuasaannya.

            Pangeran Batun mempunyai banyak kegemaran. Salah satu di antara kegemarannya ialah bermain judi dan menyabung ayam. Pada masa itu memang banyak pejabat yang beranggapan bahwa bermain judi dan menyabung ayam itu sebagai hiburan.

            Pangeran suka membagikan uang yang di perolehnya dari hasil judi dan sabung ayam kepada rakyat, terutama kepada gadis-gadis cantik. Banyak gadis yang tertarik dengan sifat pangeran ini. Tidak sedikit pula yang bersedia menjadi istri Pangeran. Keadaan ini menjadi keadaan umum, apalagi dikaitkan dengan sifat sebagian orang yang menginginkan kelimpahan materi berupa uang, harta serta mengharapkan jabatan atau status sosial.

            Dari sekian gadis yang banyak berminat, pangeran memilih empat orang sebagai pendampingnya. Mereka cantik-cantik, tetapi seorang diantara mereka yang pada akhirnya menjadi duri dalam nasib kekuasaan Sang Pangeran. Ada seorang istrinya yang berhati dengki, bersifat tamak, serakah dan rakus.

            Seorang pangeran adalah pemegang tampuk pimpinan Marga. Gelar Pangeran, seperti disebutkan terdahulu diberikan kepada seseorang kepala Marga yang telah banyak berjasa kepada pihak kolonial. Gelar lebih tinggi dari pangeran, adalah Raden, sedangkan gelar setingkat di bawah pangeran adalah Depati. Ketiga gelar ini, tidak terdapat dalam ketentuan kitab undang-undang Simbur Cahaya. Kekuasaan Marga di Sirah Pulau Padang, tempat Pangeran batun telah terbentuk sejak sekitar tahun 1800, dan dibubarkan bersama seluruh Marga lainnya di Sumatra Selatan pada melalui SK Gubernur No. 142/KPTS/III/1983, yang ditetapkan tanggal 24 Maret dan berlaku sejak 4 April 1983 (Ahad, 20 Jumadil Akhir 1403.

Istri Pangeran Batun

Suatu ketika, untuk mengatasi kekalahan dalam taruhan judi, Pangeran Batun menghabiskan judi, Pangeran Batun menghabiskan seluruh perhiasan istri muda. Kejadian ini membuat si istri muda menjadi marah. Dalam kemarahan itu dari hari ke hari mulai panik dan mulai menunjukkan tabiatnya yang asli. Terjadilah perselisihan antara pangeran dan istri mudanya itu. Pangeran Batun dengan sekuat tenaga berusaha mengumpulkan uang dengan harapan dapat menenangkan hati istrinya, juga berusaha menebus kekalahan nya di meja judi. Akan tetapi si istri belum dapat di yakinkan.

            Sedang giat pangeran berusaha mengumpulkan dana, terjadilah peristiwa hilangnya pandai emas. Perahunya hanyut dan terdampar di ujung anak sungai. Pemiliknya tidak ditemukan. Peristiwa hilangnya pandai emas ini menjadi cerita yang sangat menggegerkan masyarakat. Selama ini, kawasan dalam Marga Panjang sangat aman dan jarang sekali terjadi pencurian, apalagi penghilangan orang. Tetapi dengan hilangnya pandai emas, masyarakat mulai merasa was-was. Bahkan mulai tumbuh saling menduga dan prasangka buruk.

            Pandai emas itu memang orang baru bagi masyarakat Marga Panjang. Ia datang jauh, yaitu dari kota palembang. Ia datang ketempat itu menjajakan emas dengan perahu berkeliling dari satu dusun ke lain dusun. Meski penduduk dusun-dusun pada waktu itu masih sepi, bahkan banyak yang belum bernama. Tapi keadaannya yang aman menjadikan pandai emas menjadi leluasa bergerak kesana kemari membawa dagangannya.