Agar Tidak Ada Lagi Stunting di Sumatera Selatan

user
adminoke 06 Juni 2022, 18:42 WIB
untitled

Penulis : Hasbi Jusuma Leo

Analis Perbendaharaan Negara

KRSUMSEL.com - Di Sumatera Selatan, ada enam daerah yang masuk zona merah stunting. Keenam daerah itu, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Muara Enim, Ogan Ilir, Lahat, Banyuasin, dan Kota Palembang. Keenam daerah tadi termasuk bagian dari 160 daerah zona merah stunting di Indonesia. 

Fakta ini sudah kita ketahui dari berbagai media beberapa waktu lalu. Demikian pula seperti yang langsung disampaikan Kepala Perwakilan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Provinsi Sumatera Selatan (BKKbN Sumsel), Mediheriyanto kepada tim Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Selatan (Kanwil DJPb Sumsel) dalam kesempatan audiensi saat kunjungan kerja tim Kanwil DJPb beberapa waktu lalu. 

Stunting atau tumbuh kerdil adalah kondisi gagal tumbuh pada anak. Menurut Bapak Mediheriyanto sendiri, penyebab utama stunting di Sumatera Selatan adalah pada pemenuhan gizi. Kekurangan gizi sejak dalam kandungan mengakibatkan pertumbuhan otak dan organ lain terganggu. Gangguan ini memiliki efek jangka panjang sampai anak dewasa. Sehingga anak akan lebih berisiko terkena diabetes, hipertensi, dan gangguan jantung. 

Di Sumatera Selatan tahun 2021, secara agregat prevalensi stunting mencapai 24,8% atau masih diatas ketentuan WHO. Hanya Kota Palembang dan Kota Pagaralam yang memiliki prevalensi stunting dibawah 20% sesuai ketentuan badan kesehatan dunia itu.

Lalu, bagaimana usaha pemerintah untuk mengatasi permasalahan stunting di Sumatera Selatan ini? Mengacu Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi, ada 13 kementerian yang sesuai tugas pokok dan fungsinya melakukan pencegahan stunting. Satu dari sekian Kementerian itu adalah Kementerian Keuangan.

Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatera Selatan (Kanwil DJPb Sumsel) sebagai unit vertikal Kementeria Keuangan, tentu ikut andil dalam upaya mengatasi permasalahan stunting ini. Salah satunya dengan melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran satuan-satuan kerja instansi pemerintah.

Misalnya, Kanwil DJPb Sumsel sebagai koordinator Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) di Sumatera Selatan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran pada BKKbN Sumatera Selatan. Termasuk memastikan anggaran pada satuan kerja ini berkeadilan dan responsif gender.

Anggaran belanja perlu berkeadilan dan responsif gender. Itu karena Stunting sendiri berhubungan erat dengan kesetaraan gender. Sebab, kesenjangan gender dalam lingkungan keluarga akan mempengaruhi kualitas kesehatan ibu hamil dan anak. 

Belum adanya kesadaran dan kesetaraan gender dalam masyarakat membuat urusan kesehatan ibu hamil ini sering kali dianggap hanya tanggung jawab perempuan saja. Seperti urusan stunting dan pemenuhan gizi bagi ibu hamil, yang disangka juga kewajiban perempuan seluruhnya.

Untuk itu diperlukan langkah pengarusutamaan gender agar tercipta keadilan dan kesetaraan gender. Sehingga masyarakat sadar, urusan stunting maupun pemenuhan gizi ibu hamil ini tidak saja menjadi urusan perempuan. Tapi juga tanggung jawab laki-laki, keluarga, dan masyarakat. 

Perlu juga diketahui, gender sendiri tidak sama dengan jenis kelamin. Gender mengacu pada peran dan tanggung jawab. Gender juga hasil konstruksi manusia. Karena itu dia tidak bersifat kodrati, dapat berubah, dan dapat ditukar. Sedangkan jenis kelamin mengacu pada organ biologis, ciptaan tuhan, tidak dapat berubah, dan berlaku selamanya. 

Monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran oleh Kanwil DJPb Sumsel ini merupakan implementasi strategi nasional percepatan pelaksanaan pengarusutamaan gender. Yakni mengawal perencanaan dan penganggaran yang responsif gender di wilayah kerjanya. Strategi ini ditetapkan melalui Surat Edaran Bersama empat menteri. Yaitu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Kegiatan ini juga salah satu langkah dalam pengarusutamaan gender dari isu pembangunan dan keterlibatan masyarakat. Karena anggaran yang responsif gender adalah bagian dari upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, sesuai Peraturan Presiden (Perpres) nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Dalam  upaya  penurunan stunting, Pemerintah menetapkan  Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) untuk mempercepat penurunan Stunting. Ada lima pilar pelaksanaan strategi tersebut. Pertama, komitmen dan visi kepemimpinan. Kedua, kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku. Ketiga, konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program pusat, daerah, dan desa. Keempat, gizi dan ketahanan pangan. Dan terakhir pemantauan dan evaluasi. 

Strategi ini mesti dijalankan di semua tingkatan pemerintah. Berbagai institusi pemerintah yang terkait mesti pula bersinergi dengan berbagai pihak, seperti pihak swasta, masyarakat, dan komunitas.

Audiensi antara Kepala BKKbN Sumsel dengan Kanwil DJPb Sumsel ini merupakan bagian dari strategi nasional pelaksanaan pengarusutamaan gender. Yakni merupakan upaya menjadikan isu gender ini dalam satu dimensi integral, mulai dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi atas kebijakan dan program. Yang merupakan bagian dari delapan aksi konvergensi penurunan stunting.

Kita perlu memastikan anggaran dan APBN berkeadilan gender. Bila seluruh proses pembangunan, program, dan anggaran pemerintah dibelanjakan dengan tepat sasaran, ditambah lagi sudah adanya kesadaran keseteraan gender dalam masyarakat, maka kita dapat berharap angka penderita stunting dapat lekas turun. Sehingga, semoga, tidak ada lagi daerah zona merah stunting di Indonesia, termasuk di Sumatera Selatan.*

Kredit

Bagikan