LPSK: Rehabilitasi 3.962 Korban Pelanggaran HAM Berat Tidak Dibebaskan

Screenshot_2021-12-10-11-41-08-77_40deb401b9ffe8e1df2f1cc5ba480b12
Jakarta, KRsumsel.com - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, rehabilitasi 3.962 korban pelanggaran HAM berat yang dilakukan pihaknya dalam 10 tahun terakhir bukanlah impunitas atau pembebasan. dari para pelaku.
Edwin Partogi Pasaribu, berdasarkan informasi tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat, menegaskan bahwa rehabilitasi yang dilakukan LPSK selama 2012-2021 bukanlah pengganti para korban untuk mencari kebenaran dan memperjuangkan keadilan.
“Kami terus mendorong negara untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM berat melalui mekanisme pro-keadilan atau Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR),” ujarnya.
Para korban yang direhabilitasi oleh LPSK, kata Edwin, merupakan korban dari tujuh peristiwa pelanggaran HAM berat. Diantaranya adalah Peristiwa 1965, Penculikan atau Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Tanjung Priok 1984, Talangsari Lampung 1989, Jambu Keupok 2003, Simpang Kertas Kraft Aceh (KKA) 1999, dan Rumah Geudong Aceh 1990-1999.
Kemudian, rehabilitasi yang diberikan, kata dia, tersedia dalam beberapa bentuk, seperti layanan bantuan medis, rehabilitasi psikologis, dan rehabilitasi psikososial.
Lebih lanjut Edwin memaparkan bantuan medis yang diberikan kepada 3.835 korban, rehabilitasi psikologis kepada 622 korban, dan rehabilitasi psikososial kepada 31 korban.
Selain itu juga menampilkan sebaran wilayah asal para korban yang direhabilitasi.
“Korban pelanggaran HAM berat yang telah direhabilitasi oleh LPSK, berdomisili di 20 provinsi di Indonesia. Paling banyak di Jawa Tengah (2.488), Sumatera Barat (538), Yogyakarta (284), Jawa Barat (178), dan Jawa Timur (152),” kata Edwin.
Selain tujuh insiden tersebut, Edwin mengatakan Komnas HAM juga telah menetapkan 8 insiden lainnya sebagai pelanggaran HAM berat.
Peristiwa itu adalah Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Trisakti, Tragedi Semanggi I dan Semanggi II, dan Pembantaian Banyuwangi 1998. Ada juga peristiwa Wasior, Wamena, Paniai (Papua), Timor Timur, dan Abepura.
Apalagi kasus pelanggaran HAM berat di Timor Timur, Tanjung Priok dan Abepura, kata Edwin, ketiganya sudah diadili melalui Pengadilan HAM. Namun, semua pelaku yang dibawa ke pengadilan dihukum secara independen.
Edwin berharap sisa kepemimpinan Presiden Joko Widodo dapat dimaksimalkan untuk menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM berat di Indonesia.
“Dalam 3 tahun kepemimpinannya, Presiden Jokowi harus menyelesaikan PR (pekerjaan rumah) untuk membawa keadilan bagi para korban pelanggaran HAM berat,” kata Edwin.(Anjas)
BERITA TERKAIT
Kasus COVID Terus Menurun, China Yakin Pandemi Segera Berakhir
Presiden Jokowi Panggil Dirut Bulog Bahas Kenaikan Harga Beras
Pertamina Lubricants Hadirkan Program Hadiah Nonton MotoGP Mandalika
TP-PKK Muba Adakan Arisan Rutin
Umat Jangan Terprovokasi Kejadian Pembakaran Al Qur'an
Penanganan Kasus Balita Disekap Diproses Sesuai Hukum
Kemenkumham Sumsel Evaluasi 49 Desa Sadar Hukum di Lahat
Polda Metro Jaya Kembali Temukan Korban Penipuan Komplotan Wowon
Puluhan Ibu jadi Korban Penipuan Arisan Daring di Palembang
Lewati Tahap Pertama, 88 Calon Petugas Haji 2023 Lanjut Tes Tahap Kedua
2 Anggota Polisi di NTT Diberhentikan Tidak Dengan Hormat
Pemulung Masuk Rumah Diamuk Massa
Bea Cukai Jateng-DIY Musnahkan 9,7 Juta Rokok Ilegal Senilai 11,1 Milyar
Selamat! Lulus S3, Arzeti Bilbina Kini Bergelar Doktor
Kuasa Hukum Tegaskan Ryszard Bleszynski Adik Kandung Tamara Bleszynski
Witan Egy Sepaket Mudik ke Indonesia, Demi Jam Terbang ketimbang Buang Waktu di Eropa
Amarah Memuncak, Alasan Joao Cancelo Tinggalkan Man City
Jenis Kelaminnya Dipertanyakan Nikita Mirzani, Bunda Corla Buka Suara Soal Gender
Sudah Menghafal Ijab Kabul Setahun Lamanya, Maell Lee Resmi Akhiri Masa Dudanya
Sebagai Pengganti Milan Skriniar, Inter Milan Bidik Bek MU
Ducati Lebih Tertarik Rekrut Pembalap Titisan Marc Marquez