Oknum Polisi Dilaporkan Dugaan Kasus Penelantaran Anak, Wanita Ini Justru Dilaporkan Balik Kasus Pencurian Dirumah Sendiri

oleh

KRSUMSEL.COM, Palembang – Seorang mantan istri oknum anggota di Polres Muba berinisial DV dilaporkan balik ke Polda Sumsel, oleh mantan suaminya berinisial AIPDA JW dalam dugaan kasus pencurian dengan pemberatan.

Ironisnya, laporan itu dibuat tidak lama. Setelah DV melaporkan mantan suaminya atas dugaan kasus penelantaran anak di Polres Muba pada bulan Februari 2025 yang lalu.

Kini, DV warga Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin ini harus menjalani pemeriksaan di Subdit 1 Kamneg Ditreskrimum Polda Sumsel, sebagai terlapor pencurian bersama kakak Kandungnya RM, di rumah yang masih diangsur DV dengan orang tuanya kurang lebih sebesar Rp. 17.000.000,- setiap bulan.

Ditemui usai mendampingi kliennya Novita Roy Lubis, SH.MH mengatakan bahwa, pihaknya merasa heran dengan laporan yang dibuat mantan suami kliennya yang telah melaporkan kliennya, dalam dugaan kasus pencurian dirumah yang pernah ditinggali atau harta bersama yang masih terhutang hingga kini.

“Hari ini klien kami datang memenuhi panggilan penyidik subdit I Kamneg Ditreskrimum Polda Sumsel, selaku terlapor dalam dugaan kasus pencurian dirumah yang posisinya masih terhutang,” kata Novita Roy Lubis SH.MH. didamping rekannya Mohammad Irham SH.MH kepada wartawan, usai mendampingi kliennya menjalani pemeriksaan di Subdit 1 Kamneg Ditreskrimum Polda Sumsel Rabu (23/7) malam.

Selaku penasehat hukum terlapor, Novita meminta kepada penyidik agar betul-betul objektif dalam perkara ini. Legalitasnya pelapor ini selaku apa, tunjukkan dulu bukti asli kepemilikan atas rumah tersebut yang beralamat di Lorong Sehat, Kelurahan Srijaya, Kecamatan Alang-alang Lebar Palembang. Terkait barang-barang yang dilaporkan juga harus dibuktikan dulu benar tidak barang-barang tersebut pembelian terlapor. Repot jika semua orang bisa mengakui barang, tanpa harus menunjukkan bukti kepemilikkan.

“Karena diduga laporan ini hanya serangan balik terhadap klien kami. Sebelumnya, di bulan Februari 2025 klien kami lebih dulu telah melaporkan mantan suaminya yang juga anggota Polri di Polres Muba yang diduga tidak pernah memberi nafkah sejak Januari 2024 – Januari 2025. Hingga mengakibatkan dugaan menelantarkan anak-anaknya. Sementara yang yang membiayai makan, tempat tinggal, sekolah, dan biaya pengobatan di ambil alih oleh kakeknya yang berada di babat toman. Bukti-bukti penelantaran pun sudah kami serahkan kepada unit PPA Sat Reskrim Polres Muba. Namun, sayangnya dinilai masih kurang bukti terhadap tindak pidana penelantaran, padahal jelas menurut Pasal 1 pada poin 15.a. UU PERLINDUNGAN ANAK menjelaskan bahwa *“Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. dalam dugaan kasus penelantaran anak saat ini laporannya masih dalam penyelidikan. Diduga tidak terima dilaporkan penelantaran anak, sehingga dia melaporkan balik klien kami ke Polda Sumsel dalam dugaan kasus pencurian,” jelasnya.

Diakui Novita, selama lima bulan berjalan. Proses laporan dugaan penelantaran anak yang dibuat kliennya di Polres Muba ada beberapa kali tawaran dalam mediasi. Namun, tidak ada titik temu yang ada terkesan hanya mengulur waktu saja. Bahkan 2 bulan setelah dilayangkan laporan dugaan penelantaran anak, bukannya memulihkan keadaan anak. Malah diduga terlapor menggelar pernikahan mewah di hotel pada bulan April 2025.

“Kemudian sekarang yang lebih mengejutkan lagi. Klien kami dipanggil sebagai terlapor dalam dugaan kasus pencurian dirumah miliknya sendiri oleh pelapor mantan suami dari klien kami, inikan lucu,” terangnya.

Lanjutnya, terhadap anak korban yang pertama mendengar berita ibunya dilaporkan oleh bapaknya di Polda Sumsel. Anaknya berteriak histeris dan menangis terus-menerus, dikhawatirkan kesehatan mental anak korban terganggu.

“Sehingga kami akan melakukan pemeriksaan psikolog lagi terhadap anak korban, dan membuat pengaduan dan permohonan perlindungan hukum kepada Kapolri, Kementrian Perlindungan Anak, semua Lembaga Perlindungan Anak, LPSK RI, dsb,” pungkasnya.(ANDI SLEGAR)