Lombok Tengah, KRsumsel.com – Kejaksaan Negeri Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat (NTB) menyatakan tuntutan pidana terhadap oknum pimpinan pondok pesantren (Ponpes) yang merupakan terdakwa MT dalam perkara tindak pidana asusila kepada santrinya tersebut 19 tahun penjara.
“JPU menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan penjara selama 19 tahun dan pidana denda Rp1.000.000.000,”kata Kasi Intel Kejari Lombok Tengah Made Juri Imanu di Lombok Tengah, Kamis (3/7).
Ia mengatakan, terdakwa MT yang merupakan pimpinan pada salah satu pondok pesantren di Kecamatan Pringgarata, diduga melakukan persetubuhan terhadap anak di bawah umur yang juga merupakan santriwatinya.
“Karena terdakwa MT merupakan pimpinan ponpes yang memiliki relasi kuasa dengan anak korban sehingga anak korban dapat dengan mudah dibujuk rayu oleh terdakwa MT untuk bersetubuh,”katanya.
Baca juga: Inflasi Sumsel Juni 2025 Terkendali Dan Daya Beli Masyarakat Terjaga
Sebelumnya, terdakwa MT juga pernah memaksa anak korban untuk bersetubuh di ruang kelas dilokasi pondok pesantren, sebagaimana hal tersebut bersesuaian dengan fakta persidangan yang berkaitan dengan serangkaian alat bukti yang dihadirkan oleh Penuntut Umum dalam proses persidangan.
“Penuntut Umum menilai bahwa perbuatan terdakwa MT telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan persetubuhan terhadap anak yang dilakukan oleh tenaga pengajar,”katanya.
Ia mengatakan, sebagaimana yang diatur dalam dakwaan alternatif kedua, melanggar Pasal 81 ayat (2) Jo (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana terakhir diubah dengan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan PERPU Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Ke Dua Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
“Tuntutan ini diajukan sebagai bentuk komitmen Kejaksaan Negeri Lombok Tengah dalam menegakkan hukum dan melindungi hak-hak anak sebagai korban tindak pidana seksual, khususnya yang dilakukan oleh orang yang memiliki posisi atau relasi kuasa, seperti pendidik,”katanya.
Sidang selanjutnya akan dilanjutkan pada hari Selasa tanggal 8 Juli 2025 dengan agenda pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya (pledoi).
“Kami mengajak Masyarakat untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas, demi memastikan pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan hukum yang berlaku,”katanya.
Pihaknya menghimbau kepada masyarakat terutama orang tua untuk dapat selalu mengawasi terhadap setiap pergaulan dan interaksi sosial anak sebagai bentuk antisipasi terhadap potensi tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual terhadap anak.
“Untuk korban kekerasan atau ancaman kekerasan seksual kami juga menghimbau untuk jangan takut dan segan melaporkan kepada aparat penegak hukum setiap tindakan kekerasan seksual baik yang dilihatnya ataupun dialaminya sendiri,”katanya.(net)