“Nah ini yang sebetulnya jadi catatan PBHI bagaimana teror itu dianggap sebagai jalan-jalan pintas untuk menghentikan dialektika dan diskusi juga debat yang terjadi di masyarakat. Padahal kalau kita mau kembali ke belakang ya, pemerintah, utamanya pemerintahan Jokowi ya. Pemerintahan Jokowi itu begitu resah dengan perkembangan pemberitaan kemudian perkembangan status media sosial dan yang lain. Dan menginginkan sesuatu yang benar, sesuatu yang konstruktif, sesuatu yang menjadi apa… Gagasan yang baik untuk memajukan bangsa dengan istilah.. waktu itu sempat dikuatkan lagi… kritik tanpa solusi itu artinya melawan pemerintah. Nah ini istilah yang sangat menarik,” kata Julius.
“Tetapi di sisi lain, pembubaran diskusi, kriminalisasi terhadap pegiat-pegiat melalui status-status Facebook, tulisan dan segala macam ini malah marak terjadi. Makanya tadi saya kurang sepakat dengan Bung Jibril karena meningkat justru di era Jokowi, baik itu secara daring ataupun di lapangan termasuk kriminalisasi,” sambung Julius.
Lebih lanjut, Julius mengatakan seharusnya pemerintah dapat melindungi hak dan kebebasan masyarakat untuk melakukan diskusi. Dia juga sempat menyoroti kasus diskusi yang sempat batal akibat adanya terror yang dialami oleh penyelenggara diskusi.
“Padahal pemerintah seharusnya ya, dia melindungi diskusi, membiarkan para dosen-dosen berdiskusi, utamanya terakhir kemarin soal pemakzulan. Ini dianggap satu istilah yang haram betul sehingga mengerikan buat pemerintah,” kata Julius.